Kamis, 16 April 2015

Membina Akhlak Mulia pada anak

Oleh : Agus Tardian
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang muslim di hari kiamat dari akhlak yang baik” (HR. Tirmidzi)
Islam memuji akhlak yang baik, menyerukan kaum muslimin untuk membinanya, dan mengembangkannya di hati mereka. Islam menegaskan bahwa bukti keimanan ialah jiwa yang baik, dan bukti keislaman ialah akhlak yang baik.
Akhlak yang baik dapat dimiliki oleh manusia dengan dua jalan :
1.    Sifat dasar manusia yang sudah ada sebelumnya sebagai pemberian Allah; dan Allah memberi karunia-Nya kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Dalilnya adalah sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Asyaj Abdul Qais : ”Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua akhlak yang di cintai Allah, yaitu tahan emosi dan teliti” Lalu Asyaj bertanya, ”Wahai Rasullah apakah kedua akhlak tersebut karena usahaku untuk meraihnya ataukah karena pemberian dari Allah sejak awal ? beliau bersabda, ”Bahkan pemberian Allah sejak awal” Maka Asyaj berkata ”Segala puji bagi Allah yang telah memberiku dua akhlak yang dicintai Allah dan rasul-Nya sebagai sifat dasar.
2.    Dengan cara berusaha agar dapat memperoleh akhlak yang baik, karena setiap perbuatan yang terpuji baik yang nampak maupun yang tersembunyi pasti akan di mudahkan oleh Allah untuk mendapatkannya.Disamping usaha kita maka watak dasar yang sudah ada sebagai sebagai pembawaan merupakan faktor terbesar yang dapat membantu seseorang untuk memperoleh akhlak mulia.
Menggapai akhlak mulia pada anak, bahkan pada orang dewasa sekalipun perlu proses yang panjang. Pada anak-anak, akhlak dan moral berkembang pelan dan bertahap. Karenanya, batasan akhlak mulia antara orang dewasa dengan anak, juga berbeda.
Ketika kita orang dewasa tidak memahami perkembangan anak, terkadang mereka merasa telah berbuat positif bagi anak. Orang tua, terkadang juga menjadi kurang sensitif dan berharap banyak pada anak. Misalnya, terlalu berharap anak yang berusia empat tahun menjadi yang terbaik dalam segala aktivitasnya.
Jika anak berperilaku menyimpang, seperti bertengkar dengan temannya, orang tua mengancamnya. Jika anak menangis karena suatu sebab malah terkadang kita mencemoohnya. Jika anak mengamuk, orang tua sering mengambil tindakan cepat tapi tidak cerdas, terkadang ucapan kasar yang keluar atau bahkan tangan kita yang melayang agar anak diam. Intinya orang tua justru bersikap negatif ketika anak berperilaku tidak sesuai harapan. Padahal ketika kita mengucapkan kata-kata kasar kepada anak kita, kata-kata kita akan terekam apik pada diri anak, dan bukan mustahil anak kita lebih kasar perkataan dan perbuatannya melebihi kita ketika mereka beranjak dewasa.
Ada sebuah penemuan yang masih segar di ingatan kita, ketika seorang ilmuan dari Jepang, Massaru emoto menemukan keajaiban dalam air, bahwa air dapat merekam kata-kata ! Dalam penelitiannya air yang selalu mendapat kata-kata yang baik bagian partikel terkecil air tersebut membentuk kristal-kristal yang menakjubkan dengan bentuk yang sangat indah, Subhanallah! Akan tetapi sebaliknya ketika air mendapat kata-kata kasar, cemoohan, hinaan dan ucapan jelek, maka bagian partikel terkecil air tersebut membentuk kristal yang jelek dan mengerikan !
Kalau kita merenung sejenak bukankah dalam tubuh manusia terdiri dari kurang lebih 60%-nya adalah air, Astagfirullah ! Maka sangat wajar apabila anak yang di besarkan dengan kasih sayang, kelembutan dan perhatian hasilnya mereka akan tampil sebagai generasi penyejuk hati dan berperilaku mulia. Wa’aksuhu (kebalikannya) anak yang di besarkan dengan cara kasar oleh orang tuanya ia akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih kasar daripada orang tuanya.
Kecenderungannya, anak yang mendapat banyak contoh perilaku negatif dari orang tua atau orang dewasa lainnya, sulit memiliki akhlak mulia. Apalagi, bagi anak yang punya karaktristik sebagai peniru ulung dan hidup di lingkungan yang penuh kecemasan bagi perkembangannya.
Orang tua harus memahami, anak yang baik bukan berarti yang selalu berperilaku sempurna. Anak yang baik dan berakhlak mulia adalah anak yang selalu berada dalam proses menuju kebaikan. Karenanya, ketika orang tua menganggap anaknya tidak berakhlak mulia, kita perlu intropeksi diri, apakah kita sudah menjadi teladan bagi si kecil.
Selain itu orang tua perlu memahami, apakah dalam kegiatan, perilaku dan tutur kata kita, talah menunjukan akhlak mulia ? Orang tua juga perlu mengingat bahwa dalam mencapai akhlak mulia, orang dewasa masih berharap memperoleh masukan dari orang lain secara bijak dan tetap menghargai diri kita. Karenanya nasihat orang lain sekalipun bertujuan baik, jika dilakukan dengan cara menghakimi dan mengecam, belum tentu bisa diterima. Jika cara yang tidak bijak ini juga diterapkan pada si kecil yang fisik dan psikologisnya belum matang, tentu buah hati andapun tak menerimanya.
Orang dewasa  yang memiliki akhlak mulia adalah mereka yang memiliki akidah lurus, ibadahnya benar, fisiknya kuat, akhlak, pemikiran dan intelektualnya matang, tertib dan rapi dalam segala urusan, bisa memanfaatkan waktu dengan baik, mampu memotivasi, mengelola emosi diri dan orang lain, mampu menjalin hubungan positif dengan anak dan orang tua.
Ciri positif itu, bisa diraih orang dewasa melalui proses panjang. Jika batasan ini di terapkan pada anak, tentu tidak bijaksana. Karenanya, orang tua sebaiknya tidak berfikir menjadi ”orang tua sempurna dalam mengontrol” anak.
Ada banyak hal yang berkaitan dengan anak. Tapi orang tua belum tentu lebih tahu dan lebih benar dari anaknya, meski demikian orang tua tidak harus selalu mengikuti kemauan anaknya tanpa batasan.
Orang tua yang berakhlak mulia pada anak adalah mereka yang rutin melakukan intropeksi dan mencari cara positif dalam menghadapi anak. Cara yang di tempuh dalam mendidik , selalu berdampak positf bagi dua pihak. Kemudian hal yang harus menjadi motivasi bagi kita, keluarga dalam membina akhlak mulia adalah harapan untuk hidup berdampingan dengan kekasih kita Rasulullah saw pada hari kiamat nanti. Seperti yang di sabdakan Rasullah ”Sesungguhnya orang yang paling aku cintai diantara kalian dan majlisnya paling dekat dengan aku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR.AtTirmidzi)
Semoga kita selalu di berikan jalan oleh Allah untuk menggapai akhlak mulia pada diri kita, keluarga, dan lingkungan. Sekaligus sebagai motivasi keinginan hidup berdampingan pada hari kiamat dengan manusia yang paling mulyakan Allah yaitu Rosulullah saw, amin.[]